Nama
: Humaira
Artikel ke 2 KPI II/C
2013
Ma’rifat,
Fana’, dan Cinta
“Siapa
yang mengenal Allah swt. ia menyaksikan-Nya dalam segala hal. Dan siapa yang fana’
pada-Nya, ia sirna dari segalanya, dan siapa yang mencintai-Nya tak akan pernah
memprioritaskan selain Dia.”
Sang
arif senantiasa memandang segalanya ada di sisi-Nya dan bagi-Nya, lalu ia tidak
melihat yang lain kecuali Dia. Bagaimana ia melihat yang lain, ketika ia sedang
melihat-Nya?
Sebuah syair menyebutkan :
Sejak
daku mengenal Tuhan
Aku
tak melihat yang lain
Begitu
jua yang lain tak tampak
Sejak
aku berpadu dengan-Nya
Tak
ada ketakutan pada diriku
Hari
ini, sungguh aku telah sampai
Syeikh
Zarruq menegaskan, ma’rifat adalah mewujudkan kema’rifatannya sesuai dengan
keagungan yang dima’rifati (Allah swt). Sehingga perwujudan hakikat itu,
membuat seakan-akan menjadi sifat baginya, tidak bergerak dan tidak berpindah.
Gerak-geriknya tidak berjalan kecuali menurut aturannya. Maka pada saat itulah
hatinya tegak setiap waktu dan dalam kondisi apapun. Maka menyaksikan Allah
mengarahkan pada rasa fana’ didalamnya, secara total kembali pada-Nya.
Disinilah
Ibnu Athaillah as-Sakandary melanjutkan, “Siapa yang fana’ pada-Nya, ia sirna dari segalanya,” maka fana’ itu sendiri adalah menyaksikan Allah swt, tanpa unsur
makhluk, dimana hukum tindakan dalam sifat tidak masuk, karena sifat tindakan
hanyalah efek belaka. Sehingga tak ada berita tentang tindakan jika dipandang
dari segi Dia. Sifat disandarkan pada yang disifati, dan tidak lain kecuali Dia
satu-satuNya. Itulah kenyataan sirna dari segalanya bersama-Nya, karena
segalanya kembali pada-Nya.
Bila
ma’rifat menimbulkan fana’. Dan
kefanaan berdampak kesirnaan, maka kesirnaan itu menuntut adanya wujud
prioritas. Maka cintalah yang menumbuhkan prioritas itu.
Kenapa
? karena hakikat cinta adalah teraihnya keindahan Sang Kekasih melalui
kecintaan qalbu, hingga dalam situasi apapun tak ada yang tersisa. Itulah yang
kemudian disebutkan, bahwa cinta adalah memprioritaskan di Keabadian Kekasih.
Ma’rifat,
Fana’, dan Cinta adalah tiga tonggak
kewalian. Sang wali senantiasa ma’rifat kepada Allah swt, senantiasa fana’ pada-Nya dan mencintai-Nya. Siapa
yang tidak memiliki kategori ini semua, maka ia tidak mendapatkan bagian dalam
kewalian. Semoga Allah menjadikan kita golongan mereka. Amin. Demikian
penjelasan Syeikh Zarruq dalam Syarah al-Hikam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar