A. Pengertian Tasawuf
Dari segi bahasa, tasawuf berarti sikap mental yang
selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban
untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana.
Pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat
para ahli memiliki tiga sudut pandang. Yaitu:
1. Sudut
pandang manusia sebagai makhluk terbatas.
Dalam sudut pandang ini, tasawuf
didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh
kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.
2. Sudut
pandang manusia sebagai makhluk yang harus berjuang.
Tasawuf didefinisikan sebagai upaya
memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
3. Sudut
pandang manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan.
Tasawuf dapat didefinisikan sebagai
kesadaran fitrah (Ke-Tuhanan) yang dapat mengarahkan jiwa agar tertuju kepada
kegiatan-kegiatan yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhan.
Jika definisi tasawuf dihubungkan satu dengan yang
lainnya, maka tampak bahwa tasawuf pada intinya adalah upaya melatih jiwa
dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan
dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan Allah SWT. Dengan
kata lain, tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan
mental rohaniah agar selalu dekat dengan Tuhan.
B. Sumber Tasawuf
Pada
kalangan orientalis Barat dijumpai pendapat yang mengatakan bahwa sumber yang
membentuk tasawuf ada lima, yaitu :
1.
Unsur
Islam
Tasawuf
lahir pada unsur kehidupan yang bersifat batiniah. Unsur kehidupan tasawuf ini
mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, al-Qur’an dan
al-Sunnah serta praktek kehidupan Nabi dan para sahabatnya. Al-Qur’an antara
lain berbicara tentang kemungkinan manusia dengan Tuhan dapat saling mencintai
(mahabbah) (Lihat QS. al-Maidah: 54); perintah agar manusia senantiasa
bertaubah, membersihkan diri memohon ampunan kepada Allah (Lihat QS. Tahrim:
8); petunjuk bahwa manusia akan senantiasa bertemu dengan Tuhan di manapun
mereka berada (Lihat QS. al-Baqarah: 110).
Sejalan
dengan apa yang dibicarakan al-Qur’an, al-Sunnah pun banyak berbicara tentang
kehidupan rohaniah. Berikut ini teks hadist yang dapat dipahami dengan
pendekatan tasawuf.
Aku
adalah perbendaharaan yang tersembunyi maka aku menjadikan makhluk agar merela
mengenal-Ku.
Hadist
tersebut memberikan petunjuk bahwa alam raya, termasuk kita ini adalah
merupakan cermin Tuhan, atau bayangan Tuhan. Dan apa yang ada di alam raya ini
pada akhirnya akan kembali kepada Tuhan.
Selanjutnya
di dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW. juga terdapat petunjuk yang
menggambarkannya sebagai seorang sufi. Nabi Muhammad telah melakukan
pengasingan diri ke Gua Hira’ menjelang datangnya wahyu. Beliau hidup sederhana,
terkadang mengenakan pakaian tambalan, tidak memakan makanan atau meminum
minuman kecuali yang halal, dan setiap malam senantiasa beribadah kepada Allah
SWT.
Di
kalangan para sahabat pun ada pula orang yang mengikuti praktek bertasawuf.
Diantaranya, khalifah Umar bin Khattab pada suatu ketika pernah berkhutbah di
hadapan kaum muslimin dalam keadaan berpakaian yang sangat sederhana.
Selanjutnya khalifah Usman bin ‘Affan banyak menghabiskan waktunya untuk
beribadah dan membaca al-Qur’an, baginya al-Qur’an ibarat surat dari kekasih
yang selalu dibawa dan dibaca ke manapun ia pergi.
2.
Unsur
Masehi
Von
Kromyer berpendapat bahwa tasawuf adalah buah dari unsur agama Nasrani yang
terdapat pada zaman Jahiliyah. Selanjutnya Noldicker mengatakan bahwa pakaian
wol kasar yang kelak digunakan para sufi sebagai lambang kesederhanaan hidup
adalah merupakan pakaian yang biasa dipakai oleh para pendeta. Unsur-unsur
tasawuf yang diduga mempengaruhi tasawuf Islam adalah sikap fakir. Menurut
keyakinan Nasrani bahwa Isa bin Maryam adalah seorang yang fakir, dan Injil
juga disampaikan kepada orang fakir.
3.
Unsur
Yunani
Kebudayaan
Yunani yaitu filsafatnya telah berkembang pada akhir Daulah Umayyah dan
puncaknya pada Daulah Abbasiyah. Kalau pada bagian uraian dimulai perkembangan
tasawuf ini baru dalam taraf amaliah (akhlak) dalam pengaruh filsafat Yunani
ini maka uraian-uraian tentang tasawuf itu pun telah berubah menjadi
tasawuf filsafat.
4.
Unsur
Hindu/Budha
Antara
tasawuf dan sistem kepercayaan agama Hindu dapat dilihat adanya hubungan
seperti sikap fakir. Kemudian pula paham reinkarnasi (perpindahan roh dari satu
badan ke badan yang lain). Gold Ziher mengatakan bahwa ada hubungan persamaan
antara tokoh Sidharta Gautama dengan Ibrahim bin Adham tokoh sufi.
Menurut
Qomar Kailani, pendapat-pendapat ini terlalu ekstrim sekali karena kalau
diterima bahwa ajaran tasawuf itu berasal dari Hindu/Budha berarti pada zaman
Nabi Muhammad telah berkembang ajaran Hindu/Budha itu ke Mekkah, padahal
sepanjang sejarah belum ada kesimpulan seperti itu.
5.
Unsur
Persia
Sebenarnya
antara Arab dan Persia itu sudah ada hubungan semenjak lama. Akan tetapi belum
ditemukan dalil yang kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohani Persia telah
masuk ke tanah Arab. Yang jelas adalah kehidupan kerohanian Arab masuk ke
Persia itu terjadi melalui ahli-ahli tasawuf di dunia ini.
Dari semua uraian ini dapatlah
disimpulkan bahwa sebenarnya tasawuf itu bersumber dari ajaran Islam itu
sendiri mengingat yang di praktekkan Nabi dan para sahabat.
C. Tujuan dan Manfaat Mempelajari
Tasawuf
Tujuannya
adalah Ma’rifatullah (mengenal Allah secara mutlak dan lebih jelas) serta lahirnya
akhlak yang baik dan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Tasawuf memiliki tujuan yang baik
yaitu kebersihan diri dan taqarrub kepada Allah. Namun tasawuf tidak boleh
melanggar apa-apa yang telah secara jelas diatur oleh Al-Quran dan As-Sunnah,
baik dalam aqidah, pemahaman ataupun tata cara yang dilakukan.
Melihat
dari situ kita bisa memahami betapa pentingnya mengenal Allah secara lebih
dalam dan memahaminya dengan benar. Sama juga dengan kebersihan diri dan
taqarrub, tapi kita tak boleh melanggar apapun yang telah al-qur`an berikan.
Manfaat
tasawuf ialah membersihkan hati agar sampai kepada ma’rifat terhadap Allah
Ta’ala sebagai ma’rifat yang sempurna untuk keselamatan di akhirat dan mendapat
keridhaan Allah Ta’ala serta mendapatkan kebahagiaan abadi. Selain itu, dapat menjadikan
manusia berkepribadian yang sholeh dan berperilaku baik dan mulia serta
ibadahnya berkualitas.
Referensi : Nata, Abudin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Rajawali Pers,2012
Referensi : Nata, Abudin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Rajawali Pers,2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar